š Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Esensialisme
Dasarpijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Pragmatismeadalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
Kurikulumpada aliran esensialisme yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran.Penguasaan materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensialisme general education.Tujuan nya ialah agar siswa bisa menjadi seorang yang berguna dan mampu dalam bidang yang dikuasainya.Terutama dalam mempelajari matematiak,ipa,sejarah Bahasa,seni,dan sastra.Dalam kehidupan belajar dengan tepat dan
Prinsip- prinsip pendidikan yang didasarkan pada aliran Esensialisme antara lain : 1. Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan kadang - kadang dapat menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.
FilsafatPendidikan Esensialisme. Selain itu sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan aliran
Jadi ideologi yang dipahami di sini menjadi persaingan sistem kepercayaan, menggabungkan kedua sikap nilai epistemologis dan nilai moral, tanpa arti yang bermaksud merendahkan (Ernest, 1991:105). 1. Pendidikan kapitalisme, pendidikan saintisisme, Pendidikan kontemporer. Pada dunia pendidikan tersebut, menganut ideologi yang sama, yaitu
A PENDAHULUAN. Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
Sebagaicabang ilmu yang mempelajari metode, Metodologi merupakan kajian teoritik tentang berbagai metode. Kajian teoritik ini selanjutnya membahas mengenai kelebihan dan kelemahan dalam karya ilmiah. Penemuan metodologi baru dan juga menjadikan kajian dari sistem dalam teknis-teknik penerapan metode dalam mencari ilmu pengetahuan.
Pertanyaandan Hasil Jawaban: 1. Jelaskan perbedaan antara landasan filsafat umum terhadap filsafat pendidikan progesivisme, esensialisme, perenialisme, konstruktivisme dan pancasila dalam bentuk tabel !
ocWb4b. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Aliran esensialisme ialah aliran yang muncul pada zaman renaisans dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda progressivisme. Esensialisme didasari atas pendangan humanisme yang merupakan rekasi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian. Tujuan umum aliran esensialisme dan realisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. PEMBAHASAN ALIRAN ESENSIALISME Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda progressiveisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, dimana serba terbuat untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi essensialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah, karena itu essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas . Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan matrelialistik. Selain itu pula diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Mambarnadib 1981, menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme yaitu 1 Desiderius erasmus, 2 Johann Annos Comenius 3 John Locke 4 Johann Nenrich Pestalozzi 5 Johann Friederick Frobel 1782-1852 6 Johann Friederick Herbert 7 William T. Harris Dalam rangka mempertahankan pahamnya itu, khususnya dari persaingan dengan paham progressivisme, tokoh-tokoh essensialisme mendirikan suatu organisasi yang bernama āEssentialist Committee for The Advancement of Educationā. Pada tahun 1930 yakni melalui organisasinya inilah pandangan-pandangan essensialisme dikembangkan dalam dunia pendidikan. Sebagai mana telah disinggung dimuka bahwa essensialisme mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, maka konsep-konsepnya tentang pendidikan sedikit banyak ikut diwarnai oleh konsep-konsep idealisme dan realisme. Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme merupakan semacam dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari uraian di atas dalam bab pembahasan dapat disimpulkan bahwa a. Essensilaisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Yang diwarnai pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. b. Isi pendidikan aliran essensialisme mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. DAFTAR PUSTAKA ā Zunairini. 2004. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta, Bumi Aksara. ā Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yayasan Penerbit Fip IKIP, Yogyakarta
Esensialisme dianggap sebagai pandangan bahwa segala sesuatu memiliki esensi properti atau atribut yang membuat objek atau substansi apa adanya. Maka dari itu setiap benda selalu memiliki spesifikasi atau karakteristik tertentu yang harus dimiliki. Segala hal dari jenis entitas tertentu mungkin memiliki karakteristik lain tetapi ini tidak membentuk atau menghalangi keanggotaannya. Secara umum Esensialisme dapat juga dipahami sebagai pendekatan yang mengasumsikan bahwa orang dan benda memiliki karakteristik umum yang alami dan esensial yang melekat, bawaan dan tidak berubah. Namun, memiliki esensi yang sama dan esensi yang sama pada tingkat yang sama dapat menyebabkan praktik yang tidak diinginkan dalam kehidupan nyata juga. Bahkan kata benda dan kata ganti yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari mencerminkan beberapa konotasi filosofi sebagai sistem kepercayaan tentang realitas berdasarkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan orang lain dalam hal keberadaan kita. Bagaimana kita menyapa diri kita sendiri dan orang lain juga mewakili sudut pandang kita terkait dengan hubungan dan interaksi antara kita dan orang lain. Esensialisme sebagai filosofi berdampak pada diferensiasi atau cara penyatuan kita saat menangani segala sesuatu. Pandangan ini sangat kontras dengan Non-Esensialisme yang menyatakan bahwa tidak ada ciri khusus yang harus dimiliki oleh setiap jenis entitas tertentu, dan dengan Nominalisme yang menyatakan bahwa konsep abstrak, istilah umum atau universal tidak memiliki keberadaan independen tetapi hanya ada sebagai nama. Suatu esensi mencirikan substansi yang permanen , tidak dapat diubah dan abadi , atau suatu bentuk. Esensialisme secara umum dapat dicirikan sebagai doktrin bahwa setidaknya beberapa objek memiliki setidaknya beberapa properti esensial. Karakterisasi ini tidak diterima secara universal, tetapi tidak ada karakterisasi; dan setidaknya yang satu ini memiliki keutamaan karena sederhana dan terus terang. Esensialisme dalam filsafat menekankan bahwa orang dan benda memiliki ciri-ciri alamiah dan ciri-ciri ini melekat, bawaan dan tidak berubah karena keduanya menyusun esensi makhluk itu. Dengan kata lain, entitas atau makhluk memiliki esensi yang mendasari dan tidak berubah dan ini diperlukan untuk identitas dan fungsinya, yang dengannya ia diidentifikasi. Dalam pendidikan, esensialisme adalah filosofi atau pendekatan pendidikan yang mengasumsikan dan mengusulkan bahwa semua anak harus mempelajari disiplin tradisional dan mata pelajaran esensial dasar secara menyeluruh dan setara. Ini dapat didefinisikan sebagai doktrin bahwa konsep tradisional tertentu, cita-cita, dan keterampilan yang penting bagi masyarakat harus diajarkan secara menyeluruh dan metodis kepada semua siswa, tanpa mempertimbangkan kondisi, kapasitas, kemampuan, kebutuhan, dan minat individu. Tujuan utama pendidikan esensialis adalah untuk mentransfer pengetahuan tradisional dan warisan budaya dari masyarakat dan peradaban tertentu kepada siswa. Kurikulum inti melayani hal ini ketika mencakup mata pelajaran tentang lingkungan sekitar dan hukum alam yang dasar dan tidak berubah. Disiplin yang mendorong gaya hidup yang lebih bahagia dan lebih terpelajar dimasukkan ke dalam kurikulum untuk tujuan ini. Jenis Esensialisme 1. Esensialisme Mereologis Esensialisme Mereologis adalah pandangan bahwa benda memiliki bagian dasarnya. Oleh karena itu, jika sebuah benda kehilangan atau memperoleh bagian, ia akan lenyap secara efektif karena ia tidak akan menjadi benda yang sama lagi. 2. Esensialisme Etis Esensialisme Etis ialah pandangan bahwa beberapa hal yang salah dalam esensial atau mutlak akal, melanggar universal, objektif dan alami hukum moral dan bukan hanya sebuah adventif. 3. Esensialisme Epistemologis Esensialisme Epistemologis adalah pandangan bahwa semua entitas memiliki sifat intrinsik yang dapat dilihat dengan nalar. 4. Esensialisme Sosiologis Esensialisme Sosiologis adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa posisi tentang gender, seksualitas, ras, etnis atau karakteristik kelompok lainnya adalah ciri- ciri tetap , tidak memungkinkan adanya variasi antar individu atau seiring waktu. 5. Esensialisme Pendidikan Esensialisme Pendidikan adalah teori pendidikan yang menyatakan bahwa anak-anak harus mempelajari mata pelajaran dasar tradisional dan bahwa ini harus dipelajari secara menyeluruh dan ketat. Esensialisme dalam dunia pendidikan biasanya akan mengajarkan anak-anak untuk dapat berpikir secara progresif , dari keterampilan yang tidak terlalu rumit hingga yang lebih kompleks. Rekomendasi Video Esensialisme esensialisme adalah,esensialisme dalam pendidikan,esensialisme artinya,esensialisme pendidikan,esensialisme adalah suatu aliran dalam pendidikan yang menganggap bahwa,esensialisme filsafat pendidikan,esensialisme menurut para ahli,esensialisme dan perenialisme,esensial adalah,aliran esensialisme,aliran esensialisme dalam pendidikan,aliran esensialisme dalam filsafat pendidikan,esensial adalah dan contohnya,esensial adalah brainly,arti esensialisme,essential botanical,esensial bahasa inggrisnya,esensial baku,esensial bandung,esensial bersifat,esensial bahasa lain,esensial barang adalah,esensialisme cenderung ke progresivisme atau perenialisme,contoh esensialisme,esensial cypress,esensial contoh,esensialisme dan eksistensialisme,esensialisme di indonesia,esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada,esensialisme dalam filsafat,definisi esensialisme,esensial dalam kbbi,esensialisme eklektik perenialisme progresivisme dan rekonstruksi sosial,esensialisme etnis,esensialisme filsafat,esensial forte,filsafat esensialisme dalam pendidikan,filsafat esensialisme adalah,filsafat esensialisme adalah aliran pendidikan yang mengutamakan pelajaran,filsafat esensialisme pdf,essential fairnes,esensial geografi,esensial geografi yang berkaitan dengan bentuk muka bumi adalah,esensial geografi adalah,essential goods,gerakan esensialisme,esensial geografi dalam kehidupan sehari-hari,esensialisme hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamen tunggal,esensialisme hukum adalah,esensial hipertensi adalah,hakikat esensialisme,hubungan esensialisme dengan perenialisme,essential hypertension,implikasi esensialisme dalam pendidikan,implementasi esensialisme dalam pendidikan,internet essential,idealisme esensialisme,esensial istilah,jurnal esensialisme pdf,jurnal esensialisme,jurnal esensialisme pendidikan,esensialisme kbbi,esensial kurikulum 2013,kurikulum esensialisme,konsep esensialisme,esensial kurikulum 2013 adalah,kelebihan esensialisme,esensial kulit lemon,kesimpulan esensialisme,esensialisme latar belakang,esensial lavender,landasan esensialisme,esensial lemon,esensial loreal,l essential,lawan kata esensial,esensialisme makalah,mazhab esensialisme,makalah esensialisme filsafat pendidikan,essential meaning,metode esensialisme,makalah esensialisme dalam pendidikan,esensial mawar,essential natura,esensial nutrisi,esensial negara,essential nama lain,essential oil,essential oil adalah,essential oriflame,essential oil lavender,essential oil untuk bayi,essential oil terbaik,young living essential oil,ontologi esensialisme,esensialisme pdf,esensialisme perenialisme progresivisme dan rekonstruksionisme,esensialisme perenialisme progresivisme rekonstruksionisme,esensialisme pendidikan adalah,esensialisme pendidikan ips,esensialisme pertanyaan,pengertian esensialisme,que es esencial,essential record,esensial rosemary,realisme esensialisme,esensial sinonim,sejarah esensialisme,essential service,security essential,esensial shop,essential shampoo,essential sport,soal esensialisme,tokoh esensialisme,teori esensialisme,esensial tremor,teori esensialisme dalam pendidikan,tujuan esensialisme,esensial trombositosis,teori esensialisme pdf,essential tablet,essential vaistai,essential worker,wardah essential,essential work,esensial water,windows essential,essential windows 7,essential wiki,esensial young living,esensial yaitu,pandangan esensialisme yang diterapkan di sekolah dasar,essential 3
A. Aliran Essensialisme Kata esensialisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua kata, yaitu āesensiā yang berarti āhakikat, inti, dasarā dan ditambahkan menjadi āesensialā yang berarti āsangat perinsip, sangat berpengaruh, sangat perluā.[1] Esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan. Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.[2] 1. Sejarah Lahirnya Aliran Essensialisme Essensialisme adalah aliran filsafat pendidikan yang memandang bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai[3], kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia, yang mempunyai kejelasan dan tahan lama sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.[4] Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Pada zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas manusia. Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa orang pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan āthe essensialist committee for the advancement of American Educationā sementara Bagley sebagai pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada āTeacher Collegeā Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.[5] Bagley dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikiran dalam hal pendidikan sangat kritis terhadap praktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral anak muda. Setelah perang dunia ke-2, kritik terhadap pendidikan progresiv telah tersebar luas dan tampak merujuk pada kesimpulan sekolah gagal dalam tugas mereka mentransmisikan warisan-warisan intelektual dan sosial. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis dan berdisiplin. Aliran ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley 1874-1946.[6] Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progresivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progresivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.[7] Dengan demikian Renaissans adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikiran esensialisme. Aliran esensialisme muncul sebagai reaksi terhadap pandangan progressivisme yang materialistik, yang serba bebas. 2. Teori Pendidikan Esensialisme Esensialisme mengharapkan agar pendidikan dan landasan-landasannya mengacu pada nilai-nilai yang esensial.[8] Dalam hal ini menurut esensialisme pendidikan harus mengacu pada nilai-nilai yang sudah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah berlaku secara turun-temurun dari zaman ke zaman. Adapun beberapa pandangan esensialisme yang berkaitan dengan pendidikan yaitu sebagai berikut Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terakumulasi, serta telah bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang.[9] Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur pendidikan yang inti esensial, pendidikan diarahkan mencapai suatu tujuan yang mempunyai standart akademik yang tinggi, serta pengembangan intelek atau kecerdasan. Kurikulum Menurut aliran esensialisme kurikulum pendidikan lebih diarahkan pada fakta-fakta nilai-nilai, kurikulum pendidikan esensialisme berpusat pada mata pelajaran.[10] Dalam hal ini ditingkat sekolah dasar misalnya, kurikulum lebih ditekankan pada beberapa kemampuan dasar, diantaranya yaitu kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Sementara itu dijenjang sekolah menengah penekanannya sudah lebih diperluas, misalnya sudah mencakup sains, bahasa, sastra dan sebagainya. Dalam hal ini menurut pandangan esensialisme kurikulum yang diterapkan dalam sebuah proses belajar menganjar lebih menekankan pada penguasaan berbagai fakta dan pengetahuan dasar merupakan sesuatu yang sangat esensial bagi kelanjutan suatu proses pembelajaran dan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Dengan kata lain penguasaan fakta dan konsep dasar disiplin yang esensial merupakan suatu keharusan. Metode pendidikan Dalam pandangan esensialisme, metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar lebih tergantung pada inisiatif dan kreatifitas pengajar guru, sehingga dalam hal ini sangat tergantung pada penguasaan guru terhadap berbagai metode pendidikan dan juga kemampuan guru dalam menyesuaikan antara berbagai pertimbangan dalam menerapkan suatu metode sehingga bisa berjalan secara efektif. Pendidikan berpusat pada guru teacher centered, umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan dan mereka harus dipaksa belajar. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca. Pelajar Dalam pandangan esensialisme sekolah bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang logis atau terpercaya kepada peserta didik, sekolah berwenang untuk mengevaluasi belajar siswa.[11] Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa siswa adalah mahluk rasional dalam kekuasaan pengaruh fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang diasah melakukan latihan-latihan intelek atau berfikir, siswa kesekolah adalah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini sangat jelas dalam pandangan esensialisme bahwa pelajar harus diarahkan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah dakui dan tercantum dalam kurikulum, bukan didasarkan pada keinginannya. Pengajar Menurut pandangan aliran filsafat esensialisme, dalam proses belajar mengajar posisi guru adalah sebagai berikut 1 Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan menguasai kegiatan-kegiatan di kelas. 2 Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan yang hendak ditanamkan kepada peserta didik. Dengan kata lain dalam pandangan esensialisme dalam proses belajar menganjar pengajar guru mempunyai peranan yang sangat dominan dibanding dengan peran siswa, hal ini tidak terlepas dari pandangan mereka tentang kurikulum dan juga tentang siswa dimana siswa harus diarahkan sesuai dengan kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah teruji dan tahan lama, sehingga guru mempunyai peranan yang begitu dominan dalam jalannya proses belajar menganjar. Aliran esensialisme, dengan bercokol dari filsafat-filsafat sebelumnya, dapat memenuhi nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan falsafat yang korelatif sejak empat abad ke belakang, sejak zaman Renaisance sebagai pangkal timbulnya pandangan esensialisme awal. Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan abad ke-19,[12]dengan munculnya tokoh-tokoh utama yang berperan menyebarkan aliran esensialisme. 3. Tokoh-Tokoh Esensialisme Tokoh utama esensialisme pada permulaan awal munculnya adalah a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel 1770ā1831. Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak. George Santayana, dengan memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri memilih, melaksanakan.[13] b. Desiderius Erasmus Abad 15-16, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat. Dia berpandangan bahwa kurikulum disekolah harus bersifat humanistis serta bersifat internasional sehingga bisa menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk kaum aristokrat maupun kaum menengah.[14] c. Johan Amos Comenius 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Yang mengemukakan bahwa salah satu peranan utama pendidikan adalah membentuk manusia yang ideal yaitu yang sesuai dengan keinginan dan kehendak Tuhan. Hal ini dikarenakan menurutnya pada dasarnya dunia adalah dinamis dan bertujuan. Atau bisa dikatakan Johann Amos comenius adalah orang yang mempunyai pandangan yang dogmatis dan idealis yang bertentangan dengan pandangan progressif. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan [15] d. John Locke 1632-1704, berpandangan bahwa pendidikan idealnya selalu dekat dengan realitas kehidupan, bahkan sebagai perwujudan dari gagasannya tersebut John Locke mempunya sekolah kerja yang diperuntukkan bagi golongan anak-anak kurang mampu miskin. e. Johann Henrich Pestalozzi 1746-1827, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalis Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunyai transendental langsung dengan Tuhan. f. Johann Friederich Frobel 1782-1852, sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintesis dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan, Frobel memandang anak sebagai makhluk yang berprestasi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya. g. Johann Friederich Herbert 1776-1841, sebagai salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai pengajaran yang mendidik. Bahwa tujuan pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan kserasian kesinergian jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan atau dengan kata lain adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Pengajaran merupakan proses untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu mewujudkan manusia yang ideal yang sesuai dengan hukum-hukum kesusilaan dan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh Tuhan.[16] h. William T. Harris 1835-1909, tokoh dari Amerika yang pandangannya dipengaruhi oleh Hegel dengan berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti[17] dan didasarkan pada kesatuan spiritual berdasarkan kesatuan yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.[18] Filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1 Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa. 2 Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia. 3 Kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. 4 Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya progresivisme memberikan sebuah teori yang lemah.[19] 4. Pandangan-pandangan[20] Aliran Esensialisme a. Pandangan relita ontologi Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya. Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah 1 Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar. 2 ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semestaini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata. Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. b. Pandangan tentang pengetahuan Epistimologi Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari relita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui dalam tingkat kualitas apa rasionya manpu memikirkan kesemestaan berdasarkan kualitas itulah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang ilmu alam, biologi, sosial, estetika, dan agama. c. Pandangan tentang nilai aksiologi Nilai, seperti hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul dari relisme dan realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konsepsuil terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau lanjutnya akan tergantung pula dari sikap idealisme, sesuatu yang nampak pada dunia temporal itu belum tentu mempunyai nilai bagi manusia. Sebb nilai itu berakar pada hal-hal yang temporal saja seperti halnya awan putih pada pagi hari masih tampak, tetapi siang atau sore hari sudah hilang. 5. Kelebihan dan Kelemahan Aliran Esensialisme[21] Kelebihan a. Esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini. b. Esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen cara-cara bertindak,organisasi,dan fungsisosial. Kelemahan a. Menurut esensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan. b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar dapat memberi kontribusi pada masyarakat. c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. [1] Santoso, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta Pustaka Agung Harapan, 2012, hlm. 162 [2]Dinn Wahyuni, dkk, Pengantar Pendidikan, Jakarta Universitas Terbuka, 2010, [3] Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany terj Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta Bulan Bintang, 1979. Hlm. 14 [4] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [5]Djumransyah, Filsafat Pendidikan, Jakarta Bayumedia, 2004, [6] Djumransyah, Filsafat Pendidikan, hlm. 184. [7]Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung Pt Remaja Rosdakarya, 2008, [8] Amsal Amri, Studi Filsafat Pendidikan,Banda. Aceh Yayasan Pena. Hlm. 70 [9] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 161 [10] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 162 [11] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 165 [12] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta Arruz Media, 2010, Cet. III, hlm. 100 [13] Wahyudi. Aliran Esensialisme. Dalam [14] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [15] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [16] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [17] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta Yayasan Penerbit FIP IKIP, 1982, Hlm. 38-40 [18] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [19]Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta Kota Kembang, 1986, Hlm. 96. [20] Parasetya, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2002. Hlm. 85 [21] Makalah Filsafat Pendidikan. Dalam
kelebihan dan kekurangan aliran esensialisme